Tuesday, January 5, 2016

SEKOLAH TAK RASIONAL LAGI

Langit hari ini tampak cerah, bahkan suhu dingin masih tetap terasa meski mentari sudah beranjak naik, hangatnya hanya sekilas-sekilas saja terasa, angin yang bertiup kencang mencominasi suhu dingin hari ini.
Omen terlihat menggigil kedinginan apalagi dia habis mandi pagi ini, sebungkus nasi sudah tersaji dan siap disantap. Ketika asik menikmati sarapan tiba-tiba Denis datang.

“Bang Omen, selamat pagi” Sapa Denis
“Heh.. kamu kok dirumah?”
“Memangnya kenapa Bang?”
“Bukannya seharusnya kamu sekolah?”
“Malas Bang?”
“Kenapa malas?”
“Disekolah selalu dimarahi guru, Huft..”
“Kamu nakal kok, ya pantesan dimarahi”
“Kan gini bang ceritanya, pas pelajaran dimulai akau memang usil ditengah pelajaran, aku dimarahi habis-habisan di kantor, sementara beberapa waktu kemudia giliran anak Pak Eko si juragan ikan itu yang buat usil, eh si guru Cuma bilang, He Fazril gak boleh buat gaduh, Cuma gitu aja, sebel saya Bang, mentang-mentang saya anak orang miskin, bayar sekolah cuma separoh apalagi kalau dapat biasiswa malah gak bayar samasekali, di bentak-bentak sak enae udele dewe”
“Oalah gitu toh Den, wajar kalau kamu dibentak-bentak kamu bayar sekolah saja setengah harga beda sama anak Pak Eko yang bayarnya selalu Full tidak pernah telat bahkan bisa lebih bayarnya”
“Apa sifat sekolah seperti itu bang?”
“Hahahaha” Omen Cuma tertawa

Beberapa hari kemdian ketika Omen lagi asik baca buku yang berjudul “Orang Miskin Silarang Sekolah” karya Wiwid Prasetyo sambil dengerin musik Kiayi Kanjeng tiba-tiba ia kedatangan tamu.

“Assalamu’alaikum”
“Wa’alaikum salam” Jawab Omen

Omen keluar kamar dan ternyata Kang Rodhi teman sekelas Omen waktu sama-sama ada di bagku SMA dulu.

“Tumben kang pagi-pagi banget?” Tanya Omen
“Ada perlu sebentar men” kata Kang Rodhi
“Perlu apa kang kelihatannya serius”
“Aku mau pinjam uang Men”
“Wah Kang jangan bercanda Kang?”
“Aku serius Men, aku mau pinjam uang”
“Kamu tau sendiri toh Kang, aku pengangguran masak punya uang?”
“Siapa tau aja Men, ada simpanan”
“Gak ada Kang, emang butuh berapa?”
“Lima ratus ribu Men”
“Wah banyak juga ya, buat apa toh kang uang sebanyak itu?”
“Buat bayar rekreasi anakku”
“Bukannya anakmu masih TK toh?”
“ia benar”
“Gak usah ikut rekreasi aja Kang”
“Kalau gak ikut disuruh bayar separoh Men”
“Gak tau, katanya buat pembangunan”
“Ada yang gak beres sama sekolah sekarang”
“Gak beres gimana Men?”
“Aku curiga sekolah sekarang sudah tak rasional lagi”
“Kok bisa?”
“Kasus pertama yang dialami Denis, anak itu kena kasus akibat dari pilih kasih, anak orang kaya diperlakukan istimewa sementara anak orang miskin macam Denis disia-siakan dan hasilnya Denis sekarang malas untuk masuk sekolah. Kasus kedua adalah kasus yang menimpamu Kang Rodhi, Rekreasi itu bukan kegiatan wajib di suatu sekolah, sebenarnya kegiatan rekreasi itu tak ada tapi di ada-adakan oleh pihak sekolah dan yang gak ikut disuruh membayar separuh harga dengan alasan untuk pembangunan, kalau kaum kaya oke-oke saja tapi kalau kayak kamu kang, dilampu utang-utang, sebenarnya guru-guru itu punya perasaan gak sih? Kalau memang dendanya buat pembangunan kenapa bentuk dendanya tidak berupa semen 1 atau 2 sak, atau batu bata 50 biji, kenapa harus berua uang?”
“Karena uang bisa buat beli apapun dan bisa digunakan untuk apapun” sahut Kang Rodhi
“Itu dia, apa kamu tau jika uang denda itu bukan untu pembangunan tapi buat keperluan seperti transportasi rapat guru atau untuk beli konsumsi waktu rapat, kalau memang benar seperti itu berarti mereka telah mengingkari ucapan mereka sendiri dan jelas munafik . ironis sekali, seorang pendidik menyotohkan suatu yang tak rasional, Kang sekarang kamu ke sekolahan anakmu dan bilang kalau kamu tak punya uang, jangan sampai hutang kang, hutang itu bukan hanya tanggungan dunia saja tapi akhirat juga, sementara rekreasi itu hanya urusan dunia” Kata Omen
“Ia Men, makasih ya atas nasihat dan penjelasannya, saya berangkat ke sekolah kelau begitu, Assalamu’alaikum” Kata Kang Rodhi
“Wa’alaikumsalam, semoga sekolah-sekolah yang masih tersisa ini terhindar dari oknum-oknum para pencari bisnis dan uang belaka, jangan sampai generasi penerus menjadi manusia serakah karena didikan mereka” do’a Omen  (EnHa).

No comments:

Post a Comment