Tuesday, January 5, 2016

SEKOLAH SAJA TIDAK PERNAH CUKUP

Tanam Pohon bersama mereka yang diremehkan masyarakatTanam Pohon bersama mereka yang diremehkan masyarakat

Sebelumnya saya mohon maaf sebesar-besarnya kepada Mas Andrias Harefa, saya telah menggunakan salah satu judul buku anda ke dalam catatan saya, andai bisa aku temui mungkin aku akan memohon maaf secara langsung, tapi sayang saya Cuma sekedar anak ingusan yang mungkin hanya sebuah khayalan bisa bertemu dengan anda.

Mungkin untuk sebagian besar pendidik sekolah (Guru) tak setuju dengan judul buku ini, mungkin mereka merasa terabaikan atau mungkin mereka merasa tersisihkan. Aku ingat M. Izza, seoarang penngarang buku Dunia Tanpa Sekolah, dia memilih keluar sekolah di waktu hari-hari menjelang Ujian Nasional, coba bayangkan andai kita yang melakukan seperti itu bagaimana respon orang tua, “ Tidak Terima “, itu pasti, sama seperti orang tua M. Izza. M. Izza mengalami tekanan batin yang hebat dalam dirinya, dia merasa belajarnya terbatasi, esplorasi otaknya terbatasi oleh aturan-aturan yang ada di sekolahnya.

Dulu aku berfikir sama seperti siswa-siswa yang lain, bahwa usai sekolah terutama tingkat SMA aku akan mendapatkan pekerjaan bagus dan hidupku mungkin lebih nyaman tapi ternyata aku salah, hidupku tetap dan tak bergeser sedikitpun, sementara pekerjaan yang aku dapat tak membutuhkan ijazah ataupun legalisir, itu wajar karena kita sudah sama-sama kenal.

Keluar dari dunia Sekolah aku mengenal berbagai macam karakter anak, hampir semua karakter ada. Aku mulai bersosialisasi diantara kehidupan-kehidupan mereka, bahkan tak jarang aku berkumpul ditengah-tengah minuman keras dan anak-anak yang sedang mabuk, menemani mereka dengan omongan-omongannya yang sedang nglantur, keunikan tersendiri dan lambat laun mereka bisa aku rangkul. Proses sosialisasi seperti ini tak diajarkan disekolah, tapi saya sadari mungkin para guru takut anak didiknya terjerumus ke hal yang negatif.
Kini aku dan kawan-kawanku mulai bisa melakukan bermacam-macam kegiatan, yang suka olahraga aku kelompokan bersama-sama mereka yang suka olahraga, yang suka petualang aku kelompokan sesama petualang, yang suka sejarah aku kelompokan bersama mereka yang suka sejarah, tapi aku gak bekerja sendiri, di sekitarku ada tim-tim kreatif yang ada di setiap bidang dan kita gak punya kedudukan apapun, kita semua sama.


Kalau di tanya guru terhebat disekolah, aku sebut satu orang ialah Pak Parmuji, dia tak pernah menganggap remeh anak didiknya, dia memposisikan dirinya hampir sama dengan anak didiknya dalam bersosialisasi, seperti tak ada perbedaan kasta ketika Pak parmuji dan anak didiknya sedang berkumpul atau bergurau. Di luar sekolah (Rumah) akupun memiliki seorang guru, ada dua orang guru yang mengajariku hal penting, pertama pamanku sendiri, orang yang satu ini mungkin terlihat pengangguran tapi dia sejarawan hebat, lebih hebat dibandingkan dengan Bu Isni, guruku semasa SMP, dia juga mengajariku bersosialisasi yang hebat, Aguste Comte, bapak sosiologi itu gak ada apa-apanya dengan Pamanku, dialah otak dari segala kegiatan-kegiatan kami yang berjalan. Yang kedua adalah Bapakku, orang tuaku yang satu ini mengajariku sikap istiqomah yang luar biasa, pekerjaannya sebagai supir kendaraan roda tiga ini membuatnya tak pernah beralih ke pekerjaan yang lain, meskipun pekerjaan yang lain itu lebih menjanjikan, dia lebih memilih untuk istiqomah dan bersabar, tapi selain ke tiga guru-guru terhebatku itu aku punya Maha Guru, yakni Alam, alam mengajari aku berbagai macam hal, baik hal yang aku ingin maupun yang tak aku inginkan. ENHA 28 Januari 2014

1 comment: