Thursday, January 21, 2016

ANGIN TIMURAN



 Akhir-akhir ini di Desaku tampak sepi, seperti ada genjatan senjata atau seperti sedang bermain petak umpet tapi tak membuatku untuk turun semangat dalam bekerja, bau amis didesaku pun terasa berkurang, tak semerbak seperti beberapa bulan lalu, alunan dangdut disepanjang pesisir pantai pun tak berdentang seperti kemarin-kemarin.

Para ibu-ibu berlalu lalang memenuhi jalanan, baik itu yang akan pergi mengantar anaknya sekolah maupun ibu-ibu yang sedang berlalu lalang membelikan sarapan buat suaminya, tapi yang paling banyak adalah ibu-ibu yang sedang menuju ke pasar mencari kebutuhan rumah tangga, lalu kemana para manusia-manusia Adam?

Tidur, malas keluar, mungkin itu alasan mereka tak begitu banyak kelihatan di jalanan seperti ibu-ibu yang sedang eksis berlalu lalang layaknya foto model yang mondar-mandir, terutama buat para lelaki yang bekerja sebagai nelayan.

Malam hari terlihat lebih ngeri, desaku seperti kuburan yang sangat angker, sepi, lebih sepi dari siang hari, tak ada ibu-ibu yang berlalu lalang, para kaum lelaki pun jarang yang kelihatan metengkreng di pertigaan jalan atau di warung kopi, bahkan para pemuda yang biasanya berlomba menahlukan malam pun kini tak ada, desaku seperti kuburan yang berpenghuni, pulang kerja di malam hari terasa sunyi, tak mendengar ocehan-ocehan pemuda yang biasanya gembar-gembor di pertigaan jalan atau di warung-warung kopi membahas cewek atau membahas hobi mereka, terlebih yang biasanya membahas soal laut juga tak ada. Hanya mendengar suara pijakan-pijakan sandal yang aku pakai dan hembusan angin yang makin malam makin dingin.

Inilah yang membuat sepi desaku di dua bulan terkhir, Angin, inilah penyebabnya kenapa jalanan terlihat sepi, angin yang menghambat perekonomian orang-orang nelayan jadi tersendat terutama di Desa Bulu tempat aku tinggal. Kebanyakan orang-orang lebih suka mengasingkan diri daripada harus terlihat tapi tak punya uang.

Aku yang notabennya bukan anak pelaut dan bekerja bukan sebagai seorang pelaut kadang prihatin dengan keadaan pemuda-pemuda yang menggantungkan jajanannya dari hasil laut apalagi kalau melihat mereka merokok yang biasanya 1pk kini berubah menjadi 1batang untuk berdua, aku yang sempat menyalahkan Tuhan karena dimunculkan di Desa yang menurutku salah bukan berarti aku harus cuek dengan keadaan yang ada tapi justru kehidupan yang menurutku salah ini bisa membantuku untuk terus mengelupas anggapan salahku menjadi sebuah ketepatan.

Masalah angin ini coba aku pertanyakan pada sahabatku Joni walaupun dia bukan penahluk lautan tapi paling tidak dari kecil dia sudah tersiram asinnya air laut dan bau amis ikan.
“Jon, ini angin apa?” Tanya aku
“Angin Timuran Shin” Jawab Joni
“Jon, angin timuran itu sama seperti angin muson timur gak?”
“Kelihatannya sama, kan peralihan letak matahari toh?”
“Kalau angin timuran menurut orang nelayan Bulu gimana Jon?”
“Kalau hitungannya orang nelayan, berpegang pada letak lintang Ulo, kalau bahasanya meterologi itu apa, aku lupa, timur itu ditandai dengan lahir dan tenggelamnya lintang Ulo. Tanya Kayad, dia pernah aku bawakan buku dari SMP Muhammadiyah yang pernah di Fotocopy, terus yang aslinya katanya kamu yang bawa” jawab Joni
“Nggak aku kembalikan, mungkin masih dirumah, jangan-jangan Lintang Ulo itu ekor rasi bintang scorpio”
“Bukan, kata Kayad berbeda”
“Oh berbeda toh, aku lagi penasaran dengan angin timuran dan baratan”
“Cirinya gampang, kalau Australia musim dingin berarti Timuran, tapi kalau musim panas berarti Baratan. Angin berhembus dari tempat dingin ke panas, kalau Australia dinging trus asia panas, otomatis anginnya datang dari selatan, kalau kata orang nelayan Bulu itu Doyo Madeng.”
“Oh gitu toh, pengen melihat dari rasi bintangnya”
“Tanya Kayad”
“Bentar mau Tanya mbah Google dulu”
“Terus ekor scorpion juga bisa buat pedoman, biasannya kemiringannya cak, he he he”
“Iya mungkin bias, karena rasi bintang scorpion sendiri terlihat utuh dan jelas di desa Bulu”
“Gubuk penceng juga, dari timbul dan tenggelamnya”
“Kalau dari arah Jon, angin timuran itu dari timur ya”
“Ya, kan anginnya menyesuaikan dengan laut” Kata Joni

Meski diterangkan panjang lebar aku tetap tak faham, kelihatannya Tuhan telah salah menjatuhkanku pada desa yang sama sekali aku tak bisa memahaminya tp bukan berarti aku harus menyalahkan-Nya, ini adalah sebuah kesesatan yang diberikan Tuhan terhadapku, dan tugasku tak harus merengek terus, jika aku terus merengek maka aku akan terlihat lemah saat itu, tapi jika aku tak merengek maka akan terlihat sombong, dan tugasku adalah menyesuaikan dengan keadaan yang ada.

Sebenarnya Angin ini bukanlah satu-satunya tersendatnya perekonomian di Bulu tapi masih ada lagi kawan-kawan angin yang juga sering usil dan menghambat pengembaraan nelayan Bulu menahlukan lautan. Keramaian desaku itu tergantung keramaian rejeki yang di berikan laut untuk penduduk desaku, itulah kesimpulan yang aku ambil dalam situasi yang dialami masyarakat desaku saat ini dan aku hanyalah sebuah patung yang menjadi saksi rengekan mereka. (Hisyam_Noer *Laskar Pesisir dan Gadis pantai)

DARI BAYI KE BAYI


Memasuki usia ke 22 tahun
Aku... masih meringkuk terbungkus lapisan bayi
Ari-ari masih menyambung dalam rahim ibu

Dalam kondisi mengepal...
Terpejam..
Terdiam dan tenang

Hanya sebuah beban tangis
Menjadi awal keluarnya jiwa

Tak tau, tak mengerti
Sampai usia yang seharusnya beranjak mandiri
Aku masih tetap menangis
Masih tetap terbungkus lapisan bayi

Hidup yang terlintas sama
Tak ada yang berbeda

Aku berkembang
dari...
Bayi ke Bayi

[1 Oktober 2012, Cumpon]

GUS BLONG, GUS CUR LAN OMEN


Suatu hari di dunia pewayangan ada acara tahlilan dimana salah satu keturunan Batara Guru  meninggal dunia, banyak yang berdatangan untuk mengikuti acara tahllilan tersebut, bahkan lakon wayang milik Wak Hadi, Gus Cur dan Gus Blong hadir dalam acara itu tapi tak terlihat lakon wayang milik Hisyam Noer yakni Cakil, Kentos maupun Omen, acara tampak lebih megah, wajar bukan hanya kaum konglomerat saja yang hadir dalam acara tersebut tapi juga kelompok wong mbambung.

Acara dimulai dengan bacaan yasin dan sebagainya kemudian diakhiri dengan santapan sajian makanan yang telah dipersiapkan, beberapa menit kemudian akhirnya acara tahlilan selesai, Gus Cur dan Gus Blong berjalan pulang dengan perut yang kenyang.

Di pertigaan jalan Gus Cur dan Gus Blong bertemu dengan Omen yang lagi asik nyangkruk sambil dengerin musik rock album terbaru Green Day.

“Hai men” sapa Gus Blong
“Halo, darimana?” Tanya Omen
“Tahlilan” nyahut Gus Cur
“Kami pulang dulu” kata Gus Blong
“Come here, duduk sini dulu” kata Omen
“Keminggris kuwe” kata Gus Cur
“Ada apa sih” sahut Gus Blong sambil mengarah ke Omen

Akhirnya mereka bertiga duduk-duduk bersama berbincang-bincang sambil ngemil.

“Eh tahlilan yang baru kalian ikuti itu bagaimana sih?” tiba-tiba Omen bertanya
“Memang kamu belum pernah ikut tahlilan” Tanya Gus Blong
“Belum pernah sama sekali” jawab Omen
“Ndeso” sahut Gus Cur
“Dalam lembaga pendidkanku tak pernah diajari seperti itu, jangankan adat tahlilan bacaan yasin saja aku tak hafal terkadang aku malu sama anak-anak kecil yang biasa hafal bacaan yasin” kata Omen
“Makanya ikut Tahlilan biar hafal” Kata Gus Cur
“Eh gak boleh itu bid’ah” bantah Omen
“Kata siapa?”
“Aku diajari dari kecil katanya tahlilan itu termasuk Bid’ah”
“Sok Kamdiyah kamu, alasannya apa secara nalar” kata Gus Blong
“Orang mati itu kan sudah susah kenapa masih juga kalian maintain makan, lak yo tambah susah, bacaan-bacaan tahlilan itu menurut saya juga baik tapi perang piring dan sendok itu loh yang bikit risih, itu namanya sudah jatuh tertimpa tangga, sudah kehilangan sanak keluarga malah orang-orang datang meminta makan” Omen ngoceh
“Betul” nyeletup Gus Cur
“Bentar dulu kalau masalah makanan yang kau permasalahkan, dulu aku pernah menemui salah satu keluarga dari Ras Kamdiyah meninggal dunia, disitu memang tak ada tahlilan hanya orang-orang yang datang untuk Takjizah, tapi aku lihat disitu juga ada hidangan makanan, apa tak sama saja itu” bantah Gus Blong
“Betul” nyeletup lagi Gus Cur
“Emm..  la terus bagaimana dong?” Kata Omen yang merasa terpojok
“Betul” nyeletup lagi Gus Cur
“Malah aku juga pernah menemukan keluarga Kamdiyah waktu kehilangan salah satu keluarganya itu juga melakukan Tahlilan dan jamuan makanan, itu malah tak konsisten dengan apa yang diajarkannya” Imbuh Gus Blong
“Betul.. betul..” Gus Cur nyeletup lagi
“Betal betul aja kamu itu”
“Hehehe”
“Men, jika kamu tak ikut Tahlilan tapi dikasih makanan dari Tahlilan itu, lantas akan kamu apakan?” Tanya Gus Blong
“Makanan di tolak, ya dimakan dong” jawab Omen spontan
“Oh dasar, potonganmu arep nolak makanan, sehari bisa makan dua kali saja kamu sudah beruntung” Gus Cur angkat bicara
“Men, wong mbambung gak usah engkek, lagian aku Cuma makmum kalaupun salah yang patut disalahkan ya Imamnya yang tak bisa memimpin makmum dengan benar, ayo Cur pergi, ngurusi Omen” kata Gus Blong sambil pergi meninggalkan Omen dengan Gus Cur
“Aku juga Makmum, sama dengan kalian……. Hehehehe” Teriak Omen [Enha]

Sunday, January 10, 2016

MUHAMMADIYAHKU KRISIS PEMIMPIN

Di era yang berkemajuan ini muncul banyak faham serta golongan, Islam yang awalnya utuh kini mulai terbagi menjadi bermacam-macam golongan hal ini tidak membuat saya kaget karena memang sudah di ajarkan dalam diri saya bahwa islam nantinya akan terbagi menjadi 73 golongan.

Muhammadiyah, NU, HTI serta ormas--ormas islam yang lain adalah merupakan salah satu dari 73 golongan tersebut, dalam hal ini ibadah saya lebih condong kepada ajaran Muhammadiyah tapi bukan berarti saya anggota Muhammadiyah, memang kalau dilihat dari track record pendidikan saya sepenuhnya adalah hasil didikan Muhammadiyah mulai dari Taman kanak-kanak sampai Sekolah menengah atas.

Bicara soal Muhammadiyah aku merasa prihatin dengan Muhammadiyah yang ada di desaku, dari hasil pengamatan saya Muhammadiyah di desa saya sedang mengalami krisis kader dan krisis pemimpin, hal itu terbukti dengan keberadaan Pemuda Muhammadiyah yang mulai fakum dengan berbagai macam kegiatan, rata rata kader-kader mereka terhenti usai dari IPM karena IPM berada dalam lingkup sekolah, dan termasuk dalam aturan sekolah bahwa anak didiknya wajib untuk ikut IPM, usai lepas dari sekolah Muhammadiyah mereka seperti terlepas dari penjara organisasi dan putus hubungan dengan Muhammadiyah, bukan bermaksud menyombongkan tapi dari berbagai macam anak yang saya kumpuli, anak didikan Muhammadiyah daya pikirnya jempolan, mereka  tak berpengaruh pada omongan pemimpinnya, mereka tak harus ikut apa yang dikatakan pemimpinnya, kalau pemimpinnya di rasa salah maka mereka akan membantahnya dan daya berfikir seperti itulah yang sempat menjadikan konflik internal antara Pemuda Muhammadiyah dan Sesepuh Muhammadiyah beberapa tahun silam.

Lain generasi penerus lain juga pemimpin, di Muhammadiyah tempat saya tinggal saat ini juga mengalami krisis pemimpin, Masa bakti Pimpinan Cabang Muhammadiyah akan segera usai, para sesepuh-sesepuh Muhammadiyah mulai mencari-cari seseorang yang cocok untuk meneruskan tonggak pemimpin di periode mendatang. Sementara sebagian besar yang mereka tunjuk mulai angkat tangan untuk menjadi tonggak pemimpin penerus di periode akan datang.

Seorang pemimpin tak harus seorang ilmuan besar, tak harus orang yang kaya, tak harus orang yang bertitel tinggi, tak harus dari golongan konglomerat, yang terpenting seorang pemimpin harus memiliki jiwa angon atau jiwa menggembala, bukan hanya menggembala kaum tua tapi juga bisa merumat kaum muda. [Enha, 11 Januari 2010]

Tuesday, January 5, 2016

SEKOLAH SAJA TIDAK PERNAH CUKUP

Tanam Pohon bersama mereka yang diremehkan masyarakatTanam Pohon bersama mereka yang diremehkan masyarakat

Sebelumnya saya mohon maaf sebesar-besarnya kepada Mas Andrias Harefa, saya telah menggunakan salah satu judul buku anda ke dalam catatan saya, andai bisa aku temui mungkin aku akan memohon maaf secara langsung, tapi sayang saya Cuma sekedar anak ingusan yang mungkin hanya sebuah khayalan bisa bertemu dengan anda.

Mungkin untuk sebagian besar pendidik sekolah (Guru) tak setuju dengan judul buku ini, mungkin mereka merasa terabaikan atau mungkin mereka merasa tersisihkan. Aku ingat M. Izza, seoarang penngarang buku Dunia Tanpa Sekolah, dia memilih keluar sekolah di waktu hari-hari menjelang Ujian Nasional, coba bayangkan andai kita yang melakukan seperti itu bagaimana respon orang tua, “ Tidak Terima “, itu pasti, sama seperti orang tua M. Izza. M. Izza mengalami tekanan batin yang hebat dalam dirinya, dia merasa belajarnya terbatasi, esplorasi otaknya terbatasi oleh aturan-aturan yang ada di sekolahnya.

Dulu aku berfikir sama seperti siswa-siswa yang lain, bahwa usai sekolah terutama tingkat SMA aku akan mendapatkan pekerjaan bagus dan hidupku mungkin lebih nyaman tapi ternyata aku salah, hidupku tetap dan tak bergeser sedikitpun, sementara pekerjaan yang aku dapat tak membutuhkan ijazah ataupun legalisir, itu wajar karena kita sudah sama-sama kenal.

Keluar dari dunia Sekolah aku mengenal berbagai macam karakter anak, hampir semua karakter ada. Aku mulai bersosialisasi diantara kehidupan-kehidupan mereka, bahkan tak jarang aku berkumpul ditengah-tengah minuman keras dan anak-anak yang sedang mabuk, menemani mereka dengan omongan-omongannya yang sedang nglantur, keunikan tersendiri dan lambat laun mereka bisa aku rangkul. Proses sosialisasi seperti ini tak diajarkan disekolah, tapi saya sadari mungkin para guru takut anak didiknya terjerumus ke hal yang negatif.
Kini aku dan kawan-kawanku mulai bisa melakukan bermacam-macam kegiatan, yang suka olahraga aku kelompokan bersama-sama mereka yang suka olahraga, yang suka petualang aku kelompokan sesama petualang, yang suka sejarah aku kelompokan bersama mereka yang suka sejarah, tapi aku gak bekerja sendiri, di sekitarku ada tim-tim kreatif yang ada di setiap bidang dan kita gak punya kedudukan apapun, kita semua sama.


Kalau di tanya guru terhebat disekolah, aku sebut satu orang ialah Pak Parmuji, dia tak pernah menganggap remeh anak didiknya, dia memposisikan dirinya hampir sama dengan anak didiknya dalam bersosialisasi, seperti tak ada perbedaan kasta ketika Pak parmuji dan anak didiknya sedang berkumpul atau bergurau. Di luar sekolah (Rumah) akupun memiliki seorang guru, ada dua orang guru yang mengajariku hal penting, pertama pamanku sendiri, orang yang satu ini mungkin terlihat pengangguran tapi dia sejarawan hebat, lebih hebat dibandingkan dengan Bu Isni, guruku semasa SMP, dia juga mengajariku bersosialisasi yang hebat, Aguste Comte, bapak sosiologi itu gak ada apa-apanya dengan Pamanku, dialah otak dari segala kegiatan-kegiatan kami yang berjalan. Yang kedua adalah Bapakku, orang tuaku yang satu ini mengajariku sikap istiqomah yang luar biasa, pekerjaannya sebagai supir kendaraan roda tiga ini membuatnya tak pernah beralih ke pekerjaan yang lain, meskipun pekerjaan yang lain itu lebih menjanjikan, dia lebih memilih untuk istiqomah dan bersabar, tapi selain ke tiga guru-guru terhebatku itu aku punya Maha Guru, yakni Alam, alam mengajari aku berbagai macam hal, baik hal yang aku ingin maupun yang tak aku inginkan. ENHA 28 Januari 2014

SEKOLAH TAK RASIONAL LAGI

Langit hari ini tampak cerah, bahkan suhu dingin masih tetap terasa meski mentari sudah beranjak naik, hangatnya hanya sekilas-sekilas saja terasa, angin yang bertiup kencang mencominasi suhu dingin hari ini.
Omen terlihat menggigil kedinginan apalagi dia habis mandi pagi ini, sebungkus nasi sudah tersaji dan siap disantap. Ketika asik menikmati sarapan tiba-tiba Denis datang.

“Bang Omen, selamat pagi” Sapa Denis
“Heh.. kamu kok dirumah?”
“Memangnya kenapa Bang?”
“Bukannya seharusnya kamu sekolah?”
“Malas Bang?”
“Kenapa malas?”
“Disekolah selalu dimarahi guru, Huft..”
“Kamu nakal kok, ya pantesan dimarahi”
“Kan gini bang ceritanya, pas pelajaran dimulai akau memang usil ditengah pelajaran, aku dimarahi habis-habisan di kantor, sementara beberapa waktu kemudia giliran anak Pak Eko si juragan ikan itu yang buat usil, eh si guru Cuma bilang, He Fazril gak boleh buat gaduh, Cuma gitu aja, sebel saya Bang, mentang-mentang saya anak orang miskin, bayar sekolah cuma separoh apalagi kalau dapat biasiswa malah gak bayar samasekali, di bentak-bentak sak enae udele dewe”
“Oalah gitu toh Den, wajar kalau kamu dibentak-bentak kamu bayar sekolah saja setengah harga beda sama anak Pak Eko yang bayarnya selalu Full tidak pernah telat bahkan bisa lebih bayarnya”
“Apa sifat sekolah seperti itu bang?”
“Hahahaha” Omen Cuma tertawa

Beberapa hari kemdian ketika Omen lagi asik baca buku yang berjudul “Orang Miskin Silarang Sekolah” karya Wiwid Prasetyo sambil dengerin musik Kiayi Kanjeng tiba-tiba ia kedatangan tamu.

“Assalamu’alaikum”
“Wa’alaikum salam” Jawab Omen

Omen keluar kamar dan ternyata Kang Rodhi teman sekelas Omen waktu sama-sama ada di bagku SMA dulu.

“Tumben kang pagi-pagi banget?” Tanya Omen
“Ada perlu sebentar men” kata Kang Rodhi
“Perlu apa kang kelihatannya serius”
“Aku mau pinjam uang Men”
“Wah Kang jangan bercanda Kang?”
“Aku serius Men, aku mau pinjam uang”
“Kamu tau sendiri toh Kang, aku pengangguran masak punya uang?”
“Siapa tau aja Men, ada simpanan”
“Gak ada Kang, emang butuh berapa?”
“Lima ratus ribu Men”
“Wah banyak juga ya, buat apa toh kang uang sebanyak itu?”
“Buat bayar rekreasi anakku”
“Bukannya anakmu masih TK toh?”
“ia benar”
“Gak usah ikut rekreasi aja Kang”
“Kalau gak ikut disuruh bayar separoh Men”
“Gak tau, katanya buat pembangunan”
“Ada yang gak beres sama sekolah sekarang”
“Gak beres gimana Men?”
“Aku curiga sekolah sekarang sudah tak rasional lagi”
“Kok bisa?”
“Kasus pertama yang dialami Denis, anak itu kena kasus akibat dari pilih kasih, anak orang kaya diperlakukan istimewa sementara anak orang miskin macam Denis disia-siakan dan hasilnya Denis sekarang malas untuk masuk sekolah. Kasus kedua adalah kasus yang menimpamu Kang Rodhi, Rekreasi itu bukan kegiatan wajib di suatu sekolah, sebenarnya kegiatan rekreasi itu tak ada tapi di ada-adakan oleh pihak sekolah dan yang gak ikut disuruh membayar separuh harga dengan alasan untuk pembangunan, kalau kaum kaya oke-oke saja tapi kalau kayak kamu kang, dilampu utang-utang, sebenarnya guru-guru itu punya perasaan gak sih? Kalau memang dendanya buat pembangunan kenapa bentuk dendanya tidak berupa semen 1 atau 2 sak, atau batu bata 50 biji, kenapa harus berua uang?”
“Karena uang bisa buat beli apapun dan bisa digunakan untuk apapun” sahut Kang Rodhi
“Itu dia, apa kamu tau jika uang denda itu bukan untu pembangunan tapi buat keperluan seperti transportasi rapat guru atau untuk beli konsumsi waktu rapat, kalau memang benar seperti itu berarti mereka telah mengingkari ucapan mereka sendiri dan jelas munafik . ironis sekali, seorang pendidik menyotohkan suatu yang tak rasional, Kang sekarang kamu ke sekolahan anakmu dan bilang kalau kamu tak punya uang, jangan sampai hutang kang, hutang itu bukan hanya tanggungan dunia saja tapi akhirat juga, sementara rekreasi itu hanya urusan dunia” Kata Omen
“Ia Men, makasih ya atas nasihat dan penjelasannya, saya berangkat ke sekolah kelau begitu, Assalamu’alaikum” Kata Kang Rodhi
“Wa’alaikumsalam, semoga sekolah-sekolah yang masih tersisa ini terhindar dari oknum-oknum para pencari bisnis dan uang belaka, jangan sampai generasi penerus menjadi manusia serakah karena didikan mereka” do’a Omen  (EnHa).