Monday, March 30, 2015

BUDAYA PENGIKAT

Malam itu tepatnya malam jum’at tampak terlihat beda, titik 0 yang biasanya ramai kini sepi kembali, tak ada gelak tawa suara gurau para penghuni tempat tersebut, yang ada hanya suara gemuruh kendaraan yang berlalu lalang, bahkan cungirnya Omen pun yang biasanya menghiasi setiap waktu tempat tersebut juga tak kunjung kelihatan, meski suara gemuruh kendaraan berlalu lalang tapi tempat itu dikategorikan sepi jika Omen dan gerombolannya tak meramaikan tempat tersebut.Denis yang sempat keluar rumah menuju ke titik 0 pun kembali pulang karena takada gerombolan Omen yang nyangkruk ditempat tersebut.

Pagi harinya Omen kelihatan lebih segar, rambutnya tersisir rapi setelah mandi, dia keluar rumahdan sudah ndeglek di titik 0 tempat biasanya dia menghabiskan waktu seharian. Tak lama berselang gerombolannya mulai datang satu persatu, mulai dari Cakil, Kentos, dan Gemblung. Bercanda tertawa sambil menyantap Sego jagung campur bumbu rujak favorit mereka ketika sarapan, di tambah pemandangan orang-orang yang berlalu lalang dari pasar. Dari arah pasar terlihat Denis yang sedang berjalan ke arah gerombolannya Omen.

“Den, darimana kamu?” Tanya Omen
“Beli sayuran bangdi pasar” Jawab Denis
“Cowok kok beli sayuran Den?” Tanya kentos
“Emang gak boleh yabang, saya kan ingin jadi Birrul Walidain” Balas Denis
“Anak didikan Omen yang satu ini emang paling pintar kalau disuruh membalas pertanyaan” KataKentos

Sementara Omen mengacungkan jempolnya kepada Denis.

“Den, sarapan Sego jagung dulu” kata Omen
“Makasih Bang, aku pulang dulu, sayurannya udah di tunggu emak” jawab Denis
“Oke, hati-hati”

Selang satu jamberlalu, Denis kembali ngumpul bersama Omen.

“Udah kamu kasikan sayurannya Den?” Tanya Gemblung
“Udah Bang Gemblung” Jawab Denis

Ditengah-tengah obrolan Glimbung dengan nafas yang tersendat-sendat.

“Eh, Glimbung kamu kenapa, kok kayak habis di kejar-kejar begal?” Tanya Kentos
“Capek Bang habis dari pasar, apalagi pasarnya sesak banget, rasanya tak ada oksigen yang tersisa” Jawab Glimbung
“Makanya jangan badan aja yang digemukin, olahraga dong jangan Cuma glimbang-glimbung di rumah aja” Kata Denis

Sambil menetralkan nafasnya yang tersendat-sendat Glimbung ikut nimbrung ngobrol bersama mereka.

“Bang Omen kemarin malam kok gak ada kelihatan di sini bang?” Tanya Denis
“Malam jum’at kemarin saya ada undangan yasin dan tahlil itu 40 hari wafatnya Mbah Sukiem”Jawab Omen
“Bukane Bang Omen orang Muhammadiyah, kenapa ada acara yasin dan tahlil segala, kemarin bang Omen saya lihat juga lagi asik jadi panitia Gowo’an?”Tanya Denis
Sembari tersenyum Omen menjawab “Den, dari kecil pendidikan saya memang Muhammadiyah sampai saya lulus SMA, tapi bukan berarti saya harus ikut Muhammadiyah dong”
“Kalau begitu berarti NU ya bang” Sangkal Denis
“Jangan menyangkal dulu, saya belum selesai ngomong, saya NU juga bukan, Habluminallah itu penting Den tapi Habluminannas juga penting, kita hidup di dunia ini bercampur beragam faham, kelompok dan agama, kalau dunia ini di ciptakan dengan satu faham, satu kelompok, satu agama mungkin habluminannas gak akan pernah ada, Habluminannasitu menghubungkan bagaimana sikap kita kepada orang yang beragama lain, orang yang berkeyakinan lain, orang yang memiliki kepercayaan lain. Kenapa saya menghadiri undangan yasin dan tahlil, kenapa saya ikut Gowo’an itu karena saya mempunyai Habluminannas, meskipun dari kecil saya tak pernah diajarkan ajaran-ajaran itu dan saya akui ajaran-ajaran itu tak ada dalam tuntunan islam tapi saya masih memiliki rasa hormat terhadap sesama manusia. Den kamu tahukan ajaran-ajaran itu dulunya ajarannya siapa?”
“Iya bang, itu ajarannya orang zaman Hindu –Budha?”
“Sadar gak Den,kalau ajaran-ajaran warisan Hindu-Budha itu telah mengentalkan islam,mempertahankan islam di bumi Indonesia ini. Ajaran Hindu-Budha itu yang sudah melekat di denyut nadi orang Indonesia di sulap oleh para wali dengan mengganti bacaan-bacaan didalamnya dengan bacaan-bacaan ajaran orang islam. Andai waktu itu para wali memusnahkan secara tuntas ajaran-ajaran tersebut di bumi Indonesia ini, saya gak yakin islam di Indonesia bakal bertahan sampai sekarang”
“Tapi itu Bid’ah Bang”
“Betul Den, kamu ingatkan ketika K.H Ahmad Dahlan menggunakan metode pengajaran belanda denganmemakai meja dan kursi, tokoh lain yang tau metode K.H Ahmad Dahlan waktu itu mengatakan K.H Ahmad Dahlan kafir tapi kenapa metode itu diterapkan sampai sekarang ke semua lembaga pendidikan. Den, Bid’ah, Kafir itu yang tau Cuma Allah dan kita sendiri, yang berhak memfonis seseorang kafir, Bid’ah dll itu Allah, kita ini Cuma di kasih batasan-batasannya saja, saya kemarin ikut acara yasin dan tahlil juga Gowo’an kalau niat saya ingin mempertahankan bid’ah-bid’ah itu berarti saya bisa di katakan kafir, tapi kalaiu niat saya habluminannas menghormati orang yang mengundang saya, apa saya bisa dikatakan kafir, lagian Gusti Allah mboten sare, DIA maha tau, DIA maha mengerti apa yang kita niatkan.”Jelas Omen
“Aku kok malah bingung bang” Kata Denis
“Mungkin udelmu ije basin Den jadi kamu tambah bingung” Kata Omen
“Masak bang, saya tadi udah mandi kok bang” Bantah Denis
“Hahahahaha.................” (EnHa)

Tuesday, March 24, 2015

DEMOKRASI Part 2

Pagi itu ketika Omen habis SholatSubuh dia keluar rumah dengan menolah-noleh kanan kiri rumahnya seperti maling pitek, terlihat sepi Omenpunlagsung keluar dengan langkah yang agak cepat, di persimpangan jalan Cakilsudah lama menunggu.

“Kenapa sih clingu’an gitu?” tanya Cakil
“Nanti kalau ketahuan Denis bisaberabe, bisa-bisa disuruh cerita soal Demokrasi lagi” Jawab Omen
“Ya uda ayo berangkat” balasCakil
Omen dan Cakil berangkat kepantai sowan pagi-pagi sekali dengan naik sepeda motor buntut. Mereka inginmenikmati semilirnya angin dan sejuknya suhu sambil menikmati matahari yangmulai bangun pagi itu. Dari belakang mereka tampak kejahuan Denis berjalan kearah Omen dan Cakil.
“Bang Omen….” teriak Denis darijauh
“Waduh, edan tenan arek iku, masih petang gini tapi udah bangun, Ayo Kilkabur”

Omen dan Cakil pun segeraberangkat dengan kecepatan yang tinggi, sementara muka Denis tampak mimik wajahyang lesu melihat tingkah mereka berdua. Tapi Denis adalah anak didikan Omenyang paling di sayang, bahkan tekat tak mudah putus asa Omen pun tersalurkandalam diri Denis, Denispun menunggu Omen sampai Omen pulang. Setelah mataharimulai naik dan panasnya mulai menyengat akhirnya Omenpun datang bersama Cakildari Pantai Sowan.

“Wah delo’en Men, opo koen gak sakno Denis wes ngenteni lo” kata Cakilsembari mengendarai Motornya ke arah Denis
Bocah ki gendeng tenan, Eh Den ngapain kamu disini?” tanya Omen
“Nungguin Bang Omen”
“Ngapain nungguin aku?”
“Mau nagih janji”
Janji opo?
“Katanya mau ngasih penjelasanmasalah Demokrasi”
“Oalah, Ayo tapi tuku rujak disek karo sego jagung, wetengku lesu
“siap bang”

Sambil menunggu pesanan rujak,mereka bertiga duduk-duduk di emperan rumah dan Omen pun mulai bicara soaldemokrasi.

“Oke kita mulai ya, seperti yangsaya bilang kemarin bahwa Demokrasi adalah sebuah kebersamaan, Pengayoman yangdialami oleh semua pihak atau semua elemen derajat yang ada di sekitar rodapemerintahan, saya pernah temukan sebuah kehidupan yang memiliki kebersamaanhebat, disitu terdapat tiga agama, agama islam, Kristen dan budha tapi merekatidak tampak seperti masyarakat yang beda agama, mereka saling tolong menolong,saling menghormati satu sama lain bahkan ketika waktu Ibadah salah satu darimereka saja saling mengingatkan, waktu itu aku kebetulan berada di salah saturumah seoarang yang beragama budha, aku tak tau kalau mereka agama budha, sayasempat ucapkan kalimat-kalimat syukur atau kaget versi islam, bahkan ketikasaya masuk juga salam dan mereka juga menjawabnya dengan benar”
“La trus Bang Omen taunyagimana?” Sangkal Denis
Sek to Den, nyangkal ae koen iku, saya lanjutkan ya, identitasmereka akhirnya saya temukan ketika adzan Magrib berkumandang, mereka menyuruhsaya untuk segera melakukan sholat magrib dan ketika saya megajak mereka sholatbersama mereka bilang, Maaf dek saya penganut Shidarta Gautama, sontak sayakaget, saya tak menyangka orang yang beragama lain sempat mengingatkan sayauntuk beribadah kepada Tuhan saya, coba kalau mereka yang ada dalam situasisaya tapi dengan agama mereka, mungkin mereka sudah di hina habis-habisan olehorang-orang islam.” Jelas Omen
“Itu dimana Bang?” tanya Denis
“Di daerah kaki gunung Den, akuingin tempat tinggal kita bisa hidup rukun bersama, menciptakan sebuahdemokrasi yang sebenarnya”
“Ah gak mungkin Men, la wong podo islame ae gelut, opo meneh karoagomo liyane” sangkal Cakil
“Iya Kil, apa di Islam di ajarkanuntuk mengejek agama lain, apa di islam diajarkan untuk mencela agama lain?Perasaan Nabi Muhammad SAW gak pernah ngajari umatnya seperti itu” kata Omen
“Iya bang, padahal Nabi MuhammadSAW saja ketika di cela, ketika di ludai beliau gak pernah membalas denganmeludai atau mencela balik” tambah Denis
“Kalau tujuannya jihad gimanaMen?” tanya Cakil
“Apa dengan kekerasan baru bisadikatakan jihad, apa gak ada jihad secara halus, Kerja juga jihad, menimba ilmujuga jihad, apa hanya dengan perang baru dikatakan jihad?” Tanya Omen balik
“La terus yang dilakukanorang-orang islam itu apa Men?” tanya Cakil
“Mereka hanya sok-so’an,mentang-mentang dinobatkan sebagai agama penyempurna terus mereka perangi agamaselain mereka” Kata Omen
“Masak gitu Men?” tanya Cakil
“Aku juga gak tau, itu hanyaperkiraanku saja, Tuhan yang tau segalanya”
“Eh udah dulu, Bang Omen, BangCakil ini rujaknya sudah siap, Santap dulu bang” kata Denis.  (EnHa)

Saturday, March 21, 2015

DEMOKRASI Part 1

Hari ini suasana terlihat beda, pertigaan titik 0 yang biasanya sepiakibat ditinggal tiga sekawan kini terlihat ramai, tiga sekawan yang telah lamahilang itu kini muncul lagi. Omen, kentos dan Cakil mereka terlihat metangkring di pertigaan yang telah lamamereka tinggal kini kembali mereka ramaikan lagi.

“Woi brow, lagi ketok tekan endiae” kata Glimbung yang kebetulan lewat
Kon kangen ta?” sahutKentos
“Maaf, kami habis bertapa” Kata Cakil
“Heh… beneran Men yang dikatakan Cakil?” tanya Glimbung lagi
“Ya, kami habis sembunyi dari keramaian hiruk pikuk dunia, kabur darisuara-suara bising kendaraan, polusi udara yang menyengat juga ulah-ulahpejabat yang tak karuan tingkahnya” kata Omen.

Suasana pertigaan saat itupun langsung ramai ditambah iringan gitaryang dimainkan Cakil. Genjrang-genjreng denganmemainkan lagu milik Gombloh yang berjudul Berita Cuaca. Tak lama berselangditengah-tengah irama goyangan kepala yang mengangguk-angguk dan goyangansederhana jemari kaki dan tangan tiba-tiba nada berhenti seiring suara teriakanhisteris Denis.

“Bang Omeeen….”, teriak Denis dengan lantang mendekati Omen dankawan-kawan. Denis adalah salah seorang anak yang dulu kerap sekali bersamaOmen, Denis sangat erat hubungannya dengan Omen, apalagi ketika Omen berceritasoal Dagelan dalam Desa, Denis malah tak mau berpisah dengan Omen.

“Ada apa Denis?” tanya Omen
“Kangen Bang Omen, kapan Bang Omen kembali, kok tiba-tiba nongol?”
“Kemarin Den, eh ada berita apa di Desa Den?”
“Biasa aja Bang, bang cerita soal demokrasi dong Bang?”
“Anak ini paling senang kalau cerita soal pergerakan, yaudah sayacerita sedikit soal demokrasi, sebelumnya saya tanya, apa sih demokrasi itu?”
“Kalau jamannya Denis masih di bangku SMP dulu, katanya Demokrasi ituDari Rakyat, Oleh Rakyat dan Untuk Rakyat, itu bang katanya”
“Ya, rata-rata guru mengatakan begitu, saya waktu masih sekolah jugadi kasih pengertian seperti itu, itu bukan salah, tapi saya punya pengertiansendiri”
“Sok pinter Men, opo jajal?”sahut Cakil
“Demokrasi itu sebuah kebersamaan, Pengayoman antara berbagai macamkasta, ras, suku dan budaya yang hidup dalam satu daerah, itu menurut saya”Jelas Omen
“Menurut Bang Omen di Desa ini sudah terbentuk sebuah Demokrasibelum?” tanya Denis
“Desamu ini gak akan bisa berdemokrasi, orang-orangnya pingin menangsendiri, pingin jadi orang terdepan semua, rata-rata mereka doyan duwet, jadi kalau kerja kalau gakada imbalannya gak akan jalan. Contohnya udah banyak, Desamu ini termasuk Desayang multi Ras, Multi Budaya, Multi keompok tapi sayang, mereka tak bisaberdemokrasi dengan baik, NU dan Muhammadiyah dua oraganisasi yang seakan-akantak mau berjabat tangan, selalu terjadi persaian sehingga menimbulkan sebuahkecemburuan sosial, NU bikin masjid besar di tengah Desa, Muhammadiyah tak maukalah mereka bikin masjid yang besar pula di Desa, kenapa mereka tak maumenyatukan tujuan mereka yang sama-sama ingin membuat masjid, andai bersatumungkin masjid yang berdiri jauh lebih besar dari masjid yang mereka bangunsaat ini, bukti kalau mereka ingin jadi orang yang di pandang atau edan pangkat. Itu baru sebatas antarkelompok, sementara pemerintahan yang ada di desamu juga banyak sebuahkejanggalan”
“Kok bisa Bang” tanya Denis
“Mereka di gaji dari uang siapa?” Tanya Omen
“Ya uang kita-kita ini dong” sahut Cakil
“Kalau uang kita, kenapa tiap dimintai tanda tangan atau stempelmereka minta bayar lagi?” Bantah Omen
“Untuk administrasi Bang?” jawab Denis
“Administrasi itu masuk uang saku pribadi atau kas desa?” Bantah Omenlagi
“Nah ini yang menjadi tanda tanya Men” kata Kentos

Sementara itu Glimbung hanya lholaklholok mendengar diskusi Omen, Kentos, Cakil dan Denis.

“99% saya yakin uang tersebut masuk saku pribadi, apa gaji merekakurang? Mereka di digaji salah satu tugasnya untuk memberi tanda tangan danstempel, kalau mereka masih meminta lagi ketika memberikan stempel dan tandatangan sama halnya mereka merampas uang rakyat, kalau memang gaji mereka kurangmending berhenti jadi petugas pemerintahan dan mencari pekerjaan yang hasilnyalebih tinggi daripada memaksakan untuk jadi petugas pemerintahan tapi merampokuang rakyat” Jelas Omen
“Terus gimana caranya Demokrasi di desa ini bisa tertata rapi BangOmen?” Tanya Denis
“Bunuh semua penduduk yang ada dan munculkan generasi baru denganDemokrasi yang semestinya, karena kalau masih ada virus yang berkeliaran lambatlaun pasti menular ke yang lain juga” jawab Omen sadis
Ojo ngawur Men, berartitermasuk aku juga di bunuh dong” teriak Cakil tak terima
“Kasarannya gitu, wes buyar yuk,arep adus” kata Omen
“Tapi Bang Omen pernah tau suatu desa yang mempunyai metode Demokrasiyang bang Omen maksud?” tanya Denis
“Ya pernah”
“Ceritakan dong Bang?”
“kapan-kapan kita sambung lagi oke, gak seru kalau di selesaikansekarang ceritanya, biar kamu penasaran, Sekarang ayo pulang dulu, Hehehe” KataOmen (EnHa)